Secepat mungkin Afe menyeka air
matanya. Dia tidak ingin ada satupun makhluk yang melihat sisi lemahnya. Seumur-umur,
dia tidak pernah menangis, paling tidak dalam kurun waktu lima tahun ini.
Apalagi menangisi seorang lelaki. Dia mengaggap hal itu adalah hal bodoh.
Teman-temannya sering bercerita jika mereka menangisi kepergian seorang lelaki
yang mereka suka, padahal belum tentu lelaki yang mereka suka juga menyukai mereka, menurut
Afe itu adalah sesuatu yang bodoh. Namun tidak untuk hari ini. Afe bukan lagi
seorang perempuan yang kuat seperti dulu. Bahkan untuk menatap seseorang yang
selalu duduk di bangku pojok belakang di kelasnya.
Pagi ini, Afe bermimpi tentang
hal yang aneh. Dia melihat Fian berdiri di dekat dermaga sore ini, itu
mimpinya. Percaya atau tidak, akhir-akhir ini, Afe sering mendapati
mimpi-mimpinya menjadi nyata. Terkadang Afe sendiri takut jikalau mimpi-mimpi
buruknya benar-benar menjadi nyata. Fian sendiri adalah seorang yang selalu
didamba Afe. Fian senang sekali duduk di bangku pojok di kelas. Mereka sekelas.
Entah sejak kapan Afe menyukai Fian.
Sore ini dia benar-benar berniat
untuk pergi ke dermaga. Sekedar memastikan apakah mimpi itu nyata atau tidak.
Jam setengah lima dia sampai di dermaga dan benar saja dia melihat Fian. Fian
benar-benar nyata, sosok yang selalu ia impikan. Afe menghampiri Fian dan
mencoba menyapanya, “Hai. Benarkah kau Fian?” tanya Afe. Lelaki itu mengiyakan
dan ia bertanya, “Bagaimana kau tau jika aku di sini?” Afe benar-benar tak
percaya, secepat mungkin Afe menyeka air matanya.
Aku yang sedari tadi melihat
tingkah konyol Afe juga seakan tak percaya. Bagaimana bisa dia menangis sendiri
di dermaga sore ini? Dia juga bertingkah seperti menyapa seseorang. Ah, mungkin
dia hanya bermimpi dan berkhayal. Namun, semakin lama kuperhatikan dia malah
semakin menjadi-jadi. Dia berteriak histeris sambil menyebut sebuah nama, Fian.
Tapi, bukankah Fian, dia sudah, mati?!
***
Ah, sudahlah, itu tidak mungkin.
Lagipula siapa Fian? Namaku bukan Fian, tapi Fandi. Fian hanyalah teman
khayalanku. Berbicara dengan Afe pun aku tak pernah. Memang siapa Afe? Ah, mungkin
aku mengigau. Tapi Afe itu mirip seperti Nafila. Tapi Nafila… Ah, aku terlalu
rindu dengannya setelah dia pergi dari tempat ini. Mungkin sore ini dia ada di dermaga.
Complicated
BalasHapushehe iya dek itu comlicated. soalnya itu hanya muntahan isi otakku saja. jadi ya agak sulit dimengerti :D
BalasHapus